MAU SOLUSI JITU BUAT STREAMING TV & SOLUSI JITU LIVE STREAMING. LANGSUNG HUB.TLP. 082227777409 /

-----------------------------------------------------------------

Monday, August 2, 2010

Titip rindu buat ayah…

Titip rindu buat ayah…: "
Bismillah…

“Ayah, kenapa sih kok orang itu dari tadi marah-marah terus sama anaknya?”, tanya seorang bocah perempuan kepada ayahnya sambil menunjuk ke arah televisi. Sambil tersenyum sang ayah menjawab, “Orang itu sebenarnya tidak sedang memarahi anaknya, tapi sedang mencoba menyadarkan anaknya karna anaknya sudah berbuat kesalahan, yaitu tidak mendengarkan nasehat orang tua. Adek ga boleh gitu ya. Adek harus dengerin nasehat orang tua. Biar jadi anak yang sholehah dan kelak akan menjadi penghuni surga”.

Demikianlah sedikit petikan percakapan singkat antara seorang gadis kecil dengan ayahnya. Kenapa kali ini saya menyisipkan percakapan tersebut?Karna percakapan ini mengingatkan saya pada kehidupan saya yang dulu. Ketika saya masih kecil, saya pun pernah berada dalam posisi anak itu. Ketika ada hal yang tidak saya mengerti, saya selalu bertanya pada ayah. Bahkan hingga dewasa pun, saya masih sangat dekat dan akrab dengan ayah. Selalu berbagi cerita apa saja. Tertawa penuh canda bersama.

Ayah… bagaimana kabarmu? Apakah kau baik-baik saja? Sudah lama sekali kau tak berada di dekatku. Sudah lama sekali kau tak membagi ceritamu denganku. Sudah lama sekali pula kita tidak bepergian bersama ke pantai. Makan rajungan rebus. Melihat orang memancing. Minum air kelapa muda di tepi laut. Duduk-duduk di jembatan menjelang matahari terbenam. Main ular tangga. Nonton film dan acara favorit bersama. Mengomentari setiap ada seseorang yang lewat di depan rumah dengan dandanan yang aneh, lalu kita pun tertawa bersama.

Ayah… apa yang sedang kau lakukan sekarang? Aku ingin sekali melihat senyummu lagi saat ini. Aku masih ingat ketika dulu aku mulai berbuat jahil menyembunyikan kacamatamu, maka kau akan mengejarku dan mencubitku, lalu memelukku dengan penuh kasih sayang. Ketika aku pertama kali bisa naik motor, kau pun tersenyum bangga. Pengajaranmu tidak sia-sia.

Ayah… Apakah kau masih ingat ketika aku menangis tertahan karna tidak jadi magang ke Malaysia karna ayah tidak punya uang untuk bekalku? Aku masih ingat waktu itu ayah pun sedih. Bahkan ada seberkas beningnya airmata yang tertahan di sudut matamu.

Ayah… apakah kau sedang tersenyum sekarang? Apakah kau tau sekarang aku sedang menulis tentangmu? Hari ini tepat sudah tiga tahun kita berpisah. Aku sangat merindukanmu ayah. Sangat amat merindukanmu. Aku ingin memelukmu saat ini. Mengapa kau begitu cepat meninggalkanku?

Aku takut ayah… Semakin hari, jelas wajahmu semakin memudar di ingatanku. Lukisan senyum di bibirmu semakin sulit untuk ku ingat karna telah lama sekali aku tak pernah melihatnya lagi. Sorot mata penuh kasih sayangmu semakin sulit kudalami. Aku takut suatu saat aku akan benar-benar tidak ingat lagi garis-garis wajahmu. Aku takut sang waktu akan merenggut dan menghapus detail tentangmu di benakku.

Ayah… masih sangat jelas di ingatanku dialog terakhir kita. Ketika itu kau sudah mengalami sakit yang sangat parah. Sehari sebelum kau berpulang. Kala itu kau meminta untuk tidur di kamarku agar aku bisa lebih dekat denganmu dan bisa total merawatmu yang sedang sakit parah. Tapi waktu itu, tiada sedikitpun terintas di benakku bahwa itu adalah saat-saat terakhirku bersamamu.

Kala itu kau minta aku untuk menolongmu bangkit dari posisi tidurmu, dan menolongmu untuk duduk di kursi sandar merah di samping ranjangku. Aku masih ingat jelas wajahmu kala itu. Masih saja senyum itu menghiasi wajahmu. Padahal kau tengah sakit parah. Aku malah menangis tersedu-sedu melihat keadaanmu waktu itu. Aku menangis melihat kau yang telah kepayahan untuk bergerak. Aku serasa bisa merasakan sakit yang sedang kau rasakan.

Masih sambil tersenyum, kau bertanya padaku, “uli kenapa nangis?”. Dan pertanyaanmu itu membuat jiwaku semakin menangis. Aku tak kuasa menjawabnya. Aku malah semakin menangis. Tak kuat rasanya menahan sesak di dada. Lalu kau kembali bertanya, “apa yang bisa bikin uli bahagia sekarang?”. Kali ini pun kau masih tetap tersenyum. Sambil terbata-bata menahan isak tangis, aku menjawab “Ayah harus sembuh. Hanya itu yang bisa bikin uli bahagia”. Dan kau hanya tersenyum mendengar jawabanku kala itu. Padahal aku menginginkan waktu itu kau bilang padaku, “Ya, ayah pasti akan sembuh sayang”. Tapi kata-kata itu tak pernah keluar dari mulutmu. Apa mungkin kau sudah tau bahwa kau memang tak akan pernah sembuh karna beberapa saat lagi kau akan dipanggil oleh Sang Pemilik Jiwa?

Kesedihanku kala itu sangat amat tak terhingga. Ketika nafas terakhirmu berhembus pun, kau meneteskan airmata di sudut matamu. Tangisku meledak. Aku sangat sakit dan terpukul atas kepergianmu. Aku benar-benar kehilangan. Aku benar-benar tidak siap. Aku tau, aku tidak boleh menangisi kepergianmu, tapi mana mungkin? Mana mungkin aku tidak menangis ditinggalkan orang yang paling dekat denganku?

Ayah… kuingin kau slalu ada di dekatku. Menjadi sahabat sejatiku. Aku sangat merindukanmu ayah,,, dengarkanlah suara hatiku ini. Muncullah di dalam mimpiku dengan senyuman dan pelukan kasih sayangmu. Karna kasih sayangmu selalu mengiringi tiap langkah hidupku hingga ku dewasa.

Ya Allah… sampaikan salam rinduku buat ayah. Jagalah ia di sisimu. Terangi pembaringan terakhirnya. Mudahkanlah hisabnya. Pertemukanlah aku kelak dengannya. Dan kumpulkanlah kami semua kelak di dalam surga firdausmu.

Ayah… aku akan selalu dan selalu merindukanmu…

Titip rindu buat ayah….
"

No comments:

------

------

  © by nuril.travelonline@gmail.com

Kalimantan Timur Email : nuril.travelonline@gmail.com / trisno80@gmail.com Bontang